Artikel

Artikel

Allah Berbicara

Posted 06/03/2013 | 12:03

"Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dengan berbagai cara berbicara kepada nenek mo­yang kita dengan perantaraan para nabi, maka pada zaman akhir ini Ia berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak‑Nya" (Ibr. 1:1‑2).

Surat Ibrani dimulai dengan "Allah berbicara". Allah telah berbicara! Terpujilah Dia! Allah berbicara ini mutlak bukan perkara kecil. Jika Allah tidak berbicara, Dia akan merupakan suatu rahasia. Namun Dia telah mewahyukan diri-­Nya dalam pembicaraan‑Nya. Dia tidak lagi rahasia. Sekarang Dia adalah Allah yang telah diwahyukan.

Yang ditekankan dalam surat ini adalah Allah yang telah berbicara, bukan manusia. Karena itu, surat ini tidak mencantumkan penulisnya, bahkan nama pembicara dari kutipan‑kutipan Perjanjian Lama juga tidak disebut. Menu­rut konsepsi surat ini, seluruh Kitab Suci adalah pembi­caraan Allah. Maka, dalam mengacu kepada Perjanjian Lama, surat ini selalu mengatakan bahwa itu adalah pembicaraan Roh Kudus (3:7; 9:8; 10:15‑17).

Pembicaraan Allah menyatakan hikmat Allah, memberi terang, menghidupkan dan menggugah kita, sehingga kita menjadi vital

Allah kita hidup! Allah kita berbicara, dan pem­bicaraan‑Nya membuktikan bahwa Dia hidup. Kita menge­tahui bahwa Dia hidup karena Dia berbicara. Alangkah bo­dohnya mengatakan Allah itu tidak ada! Andaikata Dia tidak pernah berbicara, dari manakah datangnya Alki­tab? Tidak seorang pun dapat menyangkal hikmat yang di­nyatakan dalam Alkitab. Kalau bukan setiap kalimat, setidak‑tidaknya sebagian besar kata‑kata Alkitab tidak mungkin keluar dari alam pikiran manusia. Seorang filsuf Perancis pernah mengatakan bahwa andaikata keempat kitab Injil itu cerita palsu dan Kristus itu tidak ada, maka pengarang keempat kitab Injil itu sendiri sudah cukup bersyarat men­jadi Kristus. Jika Anda tidak percaya, silakan coba, dapat­kah Anda mengarang kitab‑kitab seperti itu? Siapa yang da­pat mengarang kitab yang sedalam dan sehikmat Alkitab?

Alkitab juga membawa terang. Tidak ada buku lain yang dapat menerangi orang seperti Alkitab. Apa­kah Anda menerima terang dari membaca koran atau majalah? Bila orang membaca majalah dan surat kabar, mereka malah menjadi gelap, teracun, terselubung, dan tertipu. Sebalik­nya, di antara kita banyak yang dapat memberi kesaksian, begitu kita membaca Alkitab, tidak peduli pasal yang ma­na, terang menyoroti kita. Boleh jadi terang itu tidak langsung menyorot karena Anda belum siap. Terang selalu siap menyorot, tetapi Anda belum. siap membuka diri terhadapnya. Namun akhirnya, terang itu datang juga.

Sering kali firman Allah tidak saja menerangi kita, te­tapi juga menghidupkan kita, menggugah kita, sehingga kita lincah pun hidup. Coba saja baca sambil mendoakan kata‑kata da­lam koran dan lihat apa jadinya. Semakin Anda mengulang‑ulangi kata‑katanya, Anda makin gelap dan terbu­nuh. Namun, bila Anda membaca sambil mendoakan Alkitab, Anda akan dihidupkan. Hal ini adalah bukti yang kuat bahwa Alkitab benar‑benar pembicaraan Allah. Allah telah berbicara! Saya pernah melihat lebih dari seratus kali orang‑orang berdosa besar yang beroleh selamat hanya dengan membaca satu ayat Alkitab saja. Dalam sekejap mata, seluruh hidup me­reka berubah. Itulah hasil pekerjaan firman yang kudus.

Tahapan Allah Berbicara

Pertama‑tama Allah berbicara melalui beberapa orang yang dipilih dan digerakkan oleh‑Nya. Dengan berbagai cara Allah berbicara melalui Adam, Habel, Enos, Henokh, Nuh dan Abraham. Setelah Abraham, Allah berbicara melalui Musa, imam‑imam, raja‑raja, dan nabi‑nabi yang dipi­lih oleh‑Nya. Orang‑orang yang menyampaikan firman Allah itu, entah itu raja atau nabi, semuanya digerakkan oleh Roh Allah. Karena itu, sejarah Allah adalah sejarah berbicara.

Meskipun Allah pernah berbicara melalui berbagai ma­cam orang: yang bermartabat tinggi, yang berkelas rendah; yang berpendidikan, yang tidak berpendidikan; raja, gem­bala; namun masih saja tidak cukup pembicaraan‑Nya. Tidak peduli berapa banyak orang itu telah dipakai untuk berbicara bagi Allah, pembicaraan mereka belumlah cukup sempurna. Allah perlu berfirman sendiri secara langsung. Karena itu, Ia datang di dalam persona Putra. Ibrani 1:2 mengatakan bahwa Ia telah berbicara kepada kita "di da­lam" (Tl.) Putra‑Nya. Pada zaman dulu Allah berbicara melalui (dengan perantaraan) nabi‑nabi, kini Ia berbicara di dalam Putra‑Nya. Putra berbeda dengan nabi‑nabi. Nabi-­nabi ialah orang‑orang yang dipakai Allah untuk berbicara bagi‑Nya, namun Putra justru Allah sendiri yang berbicara. Ayat 2 mengatakan bahwa Allah berbicara di dalam Putra­Nya, sedang ayat 8 memberi tahu kita bahwa Putra adalah Allah. Ini menunjukkan bahwa Allah berbicara di dalam diri‑Nya sendiri. Kalau hanya membaca ayat 2, seolah‑olah Allah dengan Putra itu dua persona, sebab di situ dikata­kan, "Allah berfirman di dalam Putra." Tetapi dalam ayat 8 terbukti jelas bahwa Putra dan Allah adalah satu, sebab di sana Putra itu disebut "Ya Allah". Mengatakan Allah ber­bicara di dalam Putra berarti Allah berbicara dalam diri­Nya sendiri.

Dalam keempat kitab Injil, Putra Allah sudah datang. Kedatangan‑Nya adalah untuk membicarakan Allah, bukan sekadar dengan perkataan nyata, tetapi juga dengan apa ada‑Nya dan apa yang dilakukan‑Nya. Ia adalah firman dan pembicaraan Allah. Adakalanya Ia berbicara dengan ka­ta‑kata nyata, adakalanya Ia berbicara dengan tindakan. Segala apa ada‑Nya dan segala apa yang dilakukan‑Nya ada­lah membicarakan Allah. "Tidak seorang pun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah yang ada di pang­kuan Bapa, Dialah yang menyatakan‑Nya" (Yoh. 1: 18).

Putra adalah firman Allah, pembicaraan Allah, ekspre­si Allah, dan definisi Allah. Ketika Putra berbicara, perkataan‑Nya adalah Roh (Yoh. 6:63). Pada akhirnya, ketika berfirman kepada gereja‑gereja, Ia adalah Roh yang berbicara. Pada awal setiap, pucuk surat dari ketujuh surat da­lam Wahyu 2 dan 3, Putra yang berfirman, namun pada akhirnya dikatakan, itu adalah perkataan Roh Kudus kepa­da gereja‑gereja. Allah berfirman di dalam Putra, dan ketika Putra itu berbicara kepada gereja‑gereja, Dialah Roh yang berfirman. Melalui pembicaraan‑Nya, gereja‑gereja menjadi satu dengan‑Nya. Pada akhir Kitab Wahyu, kita nampak bahwa gereja bersatu dengan Roh dan berbicara bersama (Why. 22:17). Allah berfirman di dalam Putra, Putra men­jadi Roh yang berbicara, sedang Roh yang berbicara itu ber­satu dengan gereja dan berbicara bagi Allah. Inilah sejarah pembicaraan Allah, yaitu sebuah sejarah berbicara.

Kisah Allah berbicara ini tercatat dalam Alkitab. Selu­ruh Alkitab merupakan sejarah Allah. Seperti telah kita lihat, sejarah ini adalah kisah berbicara. Ketika Allah mencipta­kan segala sesuatu, Ia merampungkannya dengan berbi­cara. Ketika Allah berkontak dengan manusia dalam zaman Perjanjian Lama, hal itu dilakukan melalui berbicara di da­lam para nabi. Dalam zaman Perjanjian Baru, Ia datang ke antara manusia dan berbicara di dalam Putra, yaitu Putra sebagai persona firman Allah. Bagaimanakah Ia hari ini datang ke dalam gereja? Ia berfirman sebagai Roh itu yang berbicara. Melalui berbicara sebagai Roh, Ia menyatukan diri‑Nya dengan gereja. Akhirnya, kisah berbicara ini tidak hanya mencakup Allah sendiri, tetapi juga mencakup se­luruh gereja. Sidang perhimpunan demi sidang perhimpunan hidup gereja merupakan kisah berbicara. Kita adalah orang‑orang yang berbicara. Melalui berbicara ini, Allah menginfuskan diri‑Nya ke da­lam manusia. Melalui berbicara ini, unsur ilahi‑Nya terin­fus dan meresap ke dalam banyak manusia. Inilah hidup gereja dan inilah Allah berbicara. Dalam kisah berbicara yang demikian inilah Allah masuk ke dalam manusia, dan manusia dibawa ke dalam Allah. Allah dengan manusia, manusia dengan Allah, lalu menjadi satu. Inilah hidup gereja yang ajaib.

Sumber: Yayasan Perpustakaan Injil, Pelajaran Hayat Ibrani, Bab 1-3, Witness Lee.


Fitur komentar ditutup.