Artikel

Artikel

Annie Johnson Flint

Posted 14/01/2013 | 12:01

Annie Johnson Flint lahir pada 24 Desember 1866, di kota kecil Vineland, New Jersey. Sang ayah adalah keturunan Inggris, dan ibunya keturunan Skotlandia. Berselang tiga tahun kemudian setelah kelahirannya, ibu Annie meninggal dunia, tidak lama setelah melahirkan adik bayi untuk Annie. Bagi Annie, wajah adik kecilnya itu adalah satu-satunya jejak wajah ibunya yang tersisa dalam ingatannya. Beberapa tahun kemudian, ayah Annie memutuskan untuk menikah lagi dengan janda seorang kawan tentara yang tewas dalam Perang Sipil. Bagi Annie dan adiknya, ini bukanlah pengaturan yang membahagiakan. Janda itu juga sudah memiliki dua anak sendiri, sehingga selama dua tahun pertama, Annie dan adiknya praktis terabaikan dan tidak terurus. Masa depan Annie dan adiknya sepertinya begitu gelap.

Puji Tuhan, Annie memiliki tetangga yang baik hati dan ramah – Bibi Susie. Ia adalah seorang guru sekolah. Ayah kandung Annie waktu itu menderita penyakit yang tak tersembuhkan dan meninggal dunia tidak lama kemudian. Melalui Bibi Susie inilah kemudian Annie dan adiknya berkenalan dengan keluarga Flint yang penuh simpati dan kemudian mengadopsi mereka. Keluarga Flint adalah keluarga Kristen yang taat. Mereka mengasihi Annie dan adiknya seperti anak sendiri. Ketika ia berusia 8 tahun, mereka pindah dari desa ke Vineland, New Jersey, dan kebetulan waktu itu sedang ada kebangunan rohani di sana. Di masa-masa itulah Annie berjumpa dengan Roh Kudus yang memimpinnya ke dalam iman yang menyelamatkan di dalam Kristus.

Di usia 14 tahun, Annie dan keluarga angkatnya pindah ke Camden, New Jersey, untuk melanjutkan sekolah mereka. Annie sangat gemar membaca, ia benar-benar memanfaatkan perpustakaan ayah angkatnya. Keluarga Flints adalah keluarga yang mengajarkan disiplin tinggi. Mereka mengajarkan anak-anak untuk mandiri, independen dan ekonomis. Mereka menyediakan rumah yang baik dengan banyak makanan, tapi tidak boleh ada yang terbuang. Prinsip “Kumpulkan potongan yang tersisa” mereka pegang dengan ketat. Ibu angkatnya membuat semua pakaian bagi seisi keluarga. Untuk gaun-gaun terbaik, barulah mereka memanggil penjahit datang ke rumah, itupun hanya dua kali dalam setahun. Urusan dalam rumah, semuanya ditangani sendiri. Semua ini adalah pembelajaran yang berharga bagi pembentukan karakter Annie dan adiknya.

Setelah menyelesaikan pendidikan SMA-nya, Annie kemudian mengambil pekerjaan yang ditawarkan padanya. Karena ibu angkatnya mulai sakit-sakitan dan kena stroke ringan, Annie terpacu untuk mendapatkan lebih banyak uang. Dia merasa benar-benar dibutuhkan. Sebab itu ia mulai mengajar di sekolah dengan kontrak selama tiga tahun. Baru dua tahun mengajar, ia terserang penyakit arthritis; ia telah mencoba beberapa dokter tetapi terus memburuk, sampai-sampai untuk berjalan sekalipun menjadi sangat sulit baginya. Dengan susah payah ia menyelesaikan kontrak tahun ketiganya. Tiga tahun kemudian, kesehatannya semakin memburuk.

Tidak lama kemudian, kedua orang tua angkat Annie meninggal dunia dalam rentang waktu yang berdekatan, hanya dalam beberapa bulan. Annie dan adiknya kini sendirian lagi. Ada sedikit uang di bank dan anak-anak yatim piatu dua kali datang ke rumah mereka. Bibi Susie sekali lagi datang untuk menyelamatkan mereka. Annie menjalani pengobatan di Sanitarium di Clifton Springs, New York.  Di sana Annie menerima vonis dari dokter bahwa ia akan menderita kelumpuhan. Bayangkan keputusasaan Annie: Orangtuanya telah diambil darinya di masa kecil, dan kedua orang tua angkatnya telah meninggal pula. Satu adiknya sangat lemah dan berjuang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Annie berada dalam kondisi terpaksa tergantung pada perawatan orang lain

Dalam masa-masa sulit itulah Annie mulai menulis syair. Dengan pena yang didorong oleh jari-jari bengkok dan dipegang oleh sendi bengkak dia mulai menulis tanpa berpikir bahwa itu mungkin sebuah jalan pelayanan, atau bahwa itu akan membantunya bertahan hidup. Ayat-ayat Alkitab yang ia tulis memberikan hiburan untuknya dalam jam penderitaan yang panjang. Lalu ia mulai membuat kartu dengan beberapa kalimat di atasnya dan buku hadiah, dan dihiasi beberapa ayat tulisan tangannya sendiri. Tidak disangka, karyanya menjadi populer, sehingga dua penerbit kemudian mencetak kreasinya pada tahun 1919, dan menjadi berkat bagi banyak orang.

Kita mungkin bertanya-tanya bagaimana Annie bisa menggoreskan pena melalui jari-jari bengkok, tapi dia adalah seorang penulis yang indah, dan seorang koresponden indah. Surat-suratnya unik, cerah dan menyegarkan, meskipun ditulis dari tempat tidur penderitaan. Annie benar-benar yakin bahwa Allah hendak memuliakan diri-Nya melalui bejana tanah liatnya. Ia penuh dengan jaminan bahwa kasih karunia Allah cukup baginya dan kekuatan Allah menjadi sempurna dalam kelemahannya.

Pada Kamis pagi, 8 September 1932, ia merasa sangat lelah dan bertanya-tanya apakah dia bisa hidup lebih lama lagi. Ketika dokter dipanggil, dokter itu mengatakan bahwa itu hanya keletihan biasa. Tapi sepanjang hari itu ia tidak kunjung membaik dan dokter dipanggil lagi di malam harinya. Dokter melihat bahwa kondisi Annie semakin memburuk. Sebelum memberikan suntikan padanya, dokter bertanya apakah ada sesuatu yang ingin ia katakan untuk terakhir kalinya. Kata-kata terakhirnya adalah: "Aku tak punya apa-apa untuk mengatakan apa-apa..." Beberapa menit kemudian dia pergi bersama Kristus, beserta segala kesedihan, rasa sakit, dan penderitaannya.

Salah satu kidung karya Annie Johnson Flint adalah Kidung # 526.

1. Allah tak pernah menjanjikan s'panjang hidupmu s'lalu lancar.
Ti-a-da awan, cerah 'tia-sa, ti-a-da susah, girang b'laka.

Koor :
Tapi perhen-tian Dia janjikan, dalam hidup dan jalan kita,
Dalam u-ji-an kau Dia jamin, simpati dan hi-bur-an Dia b'ri.

2. Allah tak pernah menjanjikan, ti-a-da kua-tir dan sengsara!
Dia pun tak janji: ringan saja, tak usah 'nanggung beban berat.

3. Allah tak pernah menjanjikan: hari depanmu le-lu-a-sa,
Tak me-ne-mu-i kesulitan, tak ada gunung dan la-ut-an.


Fitur komentar ditutup.