Artikel

Artikel

Apa Arti Eksistensi Manusia?

Posted 23/11/2012 | 12:11

Pernahkah Anda memikirkan mengapa Allah menjadikan Anda? Apakah Anda sudah memenuhi tujuan eksistensi Anda?
Segala sesuatu di bumi ini dibuat dengan satu tujuan. Bila sesuatu kehilangan maknanya, sesuatu itu dibuang atau dibiarkan hancur. Sebuah arloji dibuat untuk menunjukkan waktu. Arloji itu dijaga baik-baik dan dipelihara sampai tidak bisa lagi bekerja dan tidak dapat diperbaiki lagi. Kemudian arloji itu dibuang dan diganti dengan yang baru.

Manusia yang Terlihat Mengekspresikan Allah yang Tak Terlihat

Alkitab memberi tahu kita, bahwa manusia dijadikan menurut gambar dan rupa Allah (Kej. 1:26) untuk menampung dan mengekspresikan Allah. Allah itu tidak terlihat, tetapi Dia telah menjadikan manusia yang terlihat dengan tujuan agar manusia itu bisa menampung (menerima) Dia dan mengekspresikan segala hakiki-Nya dalam pekerti ilahi-Nya seperti kasih dan kebenaran, dua dari sekian banyak pekerti Allah yang tidak terlihat. Walaupun manusia dijadikan menurut gambar Allah, manusia masih memerlukan Allah sebagai hayatnya untuk menyatakan Allah.
Bagi Allah, manusia sepertilah sarung tangan. Manusia, sarung tangan ini, dibuat menurut gambar Allah, tangan. Namun manusia, sarung tangan ini, tidak memiliki Allah sebagai tangan di dalamnya. Sarung tangan memiliki bentuk ibu jari dan keempat jari lainnya; bentuknya seperti tangan juga, tetapi ia tetap bukan tangan. Tangan perlu dimasukkan ke dalam sarung tangan ini agar sarung tangan ini berisi dan berarti. Tanpa tangan, sarung tangan ini hanyalah sia-sia dan tidak berarti. Salah satu “jari” Allah adalah kasih. “Jari” yang lain adalah kebenaran. Manusia diciptakan dengan bentuk “jari” itu tetapi tanpa realitas “jari” itu, yaitu diri Allah sendiri.

Kasih Manusia Dibandingkan dengan Kasih Allah

Keadaan manusia hari ini mutlak berbeda dengan maksud semula Allah terhadap manusia. Manusia dapat saja mengasihi, tetapi kasih manusia bersifat egois (2 Tim. 3:2) dan tidak tahan lama. Kasih manusia juga tidak almuhit (meliputi segalanya) dan tidak kekal. Manusia hanya mengasihi orang yang ia sukai, orang yang ia senangi (Mat. 5:46). Bahkan kasihnya terhadap orang itu pun tidak stabil. Seorang laki-laki mengasihi seorang perempuan dan menikahinya, tetapi karena suatu perbuatan perempuan tersebut, ia menjadi tidak senang atau membencinya setelah menikah.
Kasih Allah tidak seperti itu. Kasih Allah tidak terbagi-bagi dan bersifat kekal. Kasih Allah kekal karena Allah adalah kasih dan Allah juga kekal (Yer. 31:3). Dia tidak bisa berhenti mengasihi manusia. Allah mengasihi manusia sekalipun manusia sudah berdosa kepada-Nya dan menjadi musuh-Nya (Yoh. 3:16; Rm. 5:8, 10). Walaupun manusia ditetapkan mati selamanya, namun Allah mengasihi manusia sampai pada kesudahannya. Untuk menyelamatkan manusia dari kematian sehingga kembali pada diri-Nya, agar manusia bisa mengekspresikan diri-Nya, Dia malah menjadi manusia, yaitu Yesus, untuk mati bagi manusia. Kasih-Nya terhadap manusia membuat-Nya masuk ke dalam manusia (Yoh. 14:23), sehingga Dia menjadi satu dengan manusia sampai selama-lamanya. Kasih-Nya sangat unggul dan sempurna. Kasih-Nya almuhit dan kekal.

Kebenaran Manusia dibandingkan dengan Kebenaran Allah

Manusia juga bermasalah dalam hal kebenaran. Tanpa Allah, tidak mungkin manusia menjadi benar. Pertama, manusia tidak benar terhadap Allah. Manusia tidak mengenal Penciptanya dan tidak mempedulikan Dia (Rm. 1:18, 21). Bahkan manusia menjadi musuh-Nya. Kedua, manusia tidak benar terhadap orang lain. Ada yang merampok, ada yang mencuri, ada yang berdusta, ada yang membunuh. Bahkan ada anggota dewan, hakim, atau polisi yang melanggar hukum yang mereka berlakukan atau seharusnya mereka junjung. Di mana ada kebenaran? Ada karyawan yang memanfaatkan harta perusahaan seperti telepon, barang-barang kantor, mesin fotokopi, dan komputer untuk keperluan pribadi. Ada orang yang menghindarkan diri dari pajak. Ada orang yang meminjam barang orang lain dan tidak mengembalikannya. Manusia tanpa Allah penuh dengan ketidakbenaran. 
Allah itu sepenuhnya sangat benar (1 Yoh. 2:29). Dia sendiri adalah kebenaran. Dia tidak bisa bersikap tidak benar terhadap diri-Nya sendiri atau terhadap orang lain. Kerajaan-Nya didirikan di atas kebenaran. Dia tidak melakukan nepotisme. Walaupun Dia mengasihi manusia, Dia tetap menghukum manusia karena ketidakbenaran manusia, berdasarkan kebenaran-Nya sendiri. Tetapi Dia sendiri yang membayar harga untuk manusia, yaitu hukuman mati, sehingga Dia dapat mengampuni manusia (Why. 5:9; Ef. 1:7; Ibr. 9:22). Dia datang dan mati bagi manusia untuk memuaskan kebenaran-Nya sehingga manusia tidak perlu mati, melainkan dapat mengambil-Nya sebagai hayat dan hidup di dalam-Nya. Dia sungguh-sungguh Yang penuh kasih dan benar.

Manusia Berusaha Menjadi Seperti Allah

Karena manusia diciptakan menurut gambar Allah, manusia memiliki keinginan seperti Allah. Tetapi ketika manusia berusaha mengasihi dan bersikap benar, ternyata manusia tidak dapat melakukannya (Rm. 8:3; 7:17, 19). Manusia lemah dalam mengasihi dan tidak benar, tetapi sangat kuat dalam membenci dan bertindak tidak benar, karena manusia memiliki sifat dosa dalam dirinya dan kekurangan hayat Allah. Tidaklah mungkin bagi manusia untuk mengasihi dan bersikap benar kalau tidak menerima Allah ke dalam dirinya. Ketika Allah hidup di dalam manusia, barulah manusia dapat mengasihi dan menjadi benar seperti Allah.

Hukum Taurat Musa adalah Gambar Allah

Allah mengeluarkan sebuah hukum melalui Musa 3.500 tahun yang lalu (Yoh. 1:17). Ketika umat Allah mendengar hukum itu, mereka berkata kepada Musa, bahwa mereka akan melakukan apa saja yang dikatakan Allah. Segera sesudah itu, mereka gagal sama sekali memenuhi tuntutan hukum itu. Alasan gagalnya mereka semua adalah karena hukum itu merupakan gambar Allah, lukisan sifat dan tindakan Allah. Hanya Allah yang dapat memenuhi hukum itu. Manusia yang jatuh tidak mungkin dapat memenuhi hukum itu.
Manusia terus menerus gagal sampai kedatangan Yesus Kristus. Yesus, sebagai manusia, adalah perwujudan Allah (Kol. 2:9). Dia lebih dari sekadar mampu memenuhi hukum Taurat. Dialah satu-satunya manusia yang pernah hidup dan bisa melakukan hal itu. Dia bahkan meninggikan hukum Taurat, dari membatasi hal-hal yang luaran kepada mengatur perasaan yang di dalam. Misalnya hukum taurat melarang perzinahan. Tetapi Yesus berkata, bahwa timbulnya nafsu terhadap seorang perempuan dalam hati sudah berarti melakukan perzinahan (Mat. 5:28). Contoh lainnya, hukum taurat melarang orang membunuh. Tetapi Yesus mengatakan, bahwa membenci orang lain dalam hati sama seperti melakukan pembunuhan (Mat. 5:22). Tidak ada manusia yang bersifat daging, yang dapat memenuhi hukum ini, tidak peduli bagaimana ia bertekad dan berusaha. Yang diperlukan setiap orang adalah hayat Allah. Yesus bukan hanya mengajarkan hukum yang lebih tinggi, melainkan juga memenuhi hukum itu dengan mudah (Mat. 5:17). Dia siap melakukannya kembali dalam setiap orang yang percaya kepada-Nya, menerima-Nya sebagai hayat, dan hidup menurut Roh Allah yang tinggal dalam semua orang beriman (Rm. 8:4). Yang tidak mungkin bagi manusia yang jatuh adalah mungkin bagi Allah (Luk. 18:27).

Bagaimana Memenuhi Eksistensi Kita sebagai Manusia

Yang Anda dan saya perlukan adalah menerima Allah ini ke dalam kita. Bila kita menerima dan mengekspresikan-Nya, kita sudah memenuhi makna eksistensi kita. Tanpa menerima-Nya ke dalam kita, kita tidak dapat mengekspresikan Allah di dalam kasih-Nya dan kebenaran-Nya; kita tidak bermakna dan merupakan kontradiksi yang tidak berarti di bumi ini. Eksistensi kita menjadi sia-sia.
Hari ini, nama Allah ialah Yesus, karena Allah menjadi manusia yang bernama Yesus dua ribu tahun yang lalu. Dia telah mati dan telah bangkit bagi kita. Sekarang Dia adalah Roh itu (2 Kor. 3:17; Yoh. 20:22). Ketika kita menyeru nama-Nya, Allah masuk ke dalam kita sebagai Roh itu (Rm. 10:12-13). Dia akan memenuhi diri kita dengan diri-Nya, sehingga kita bisa mengekspresikan segala hakiki-Nya. Kita akan memenuhi tujuan eksistensi kita.
Berdoalah, “Tuhan Yesus, masuklah ke dalamku sebagai hayatku. Aku memerlukan-Mu hidup di dalamku sehingga aku dapat memenuhi tujuan-Mu dalam menciptakan aku. Aku ingin mengekspresikan diri-Mu. Aku tidak ingin menjadi kontradiksi yang tidak berarti lagi. Terima kasih, Tuhan, karena Engkau sudah mati bagiku dan sudah masuk ke dalamku.”

Sumber: Yayasan Perpustakaan Injil, Traktat no. 7 dalam seri Pertanyaan-pertanyaan yang Paling Sering Diajukan Tentang Allah, "Apakah Arti Eksistensi Manusia?"


Fitur komentar ditutup.