Artikel

Artikel

Mengalami Kuasa Kebangkitan Kristus

Posted 17/05/2014 | 12:05

Pembacaan Alkitab: Flp. 3:8-11


Kita tidak seharusnya menganggap diri kita sudah mengenal Kristus. Memang di satu pihak kita sudah mengenal Kristus; tetapi di pihak lain, kita masih belum sepenuhnya mengenal Dia. Paulus mendambakan mengenal Kristus (Flp. 3:8, 10). Cara pengutaraan sedemikian sepertinya tidak masuk akal; namun ini tidak menyatakan bahwa Paulus tidak mengenal Kristus. Ia sangat mengenal Kristus, tetapi ia masih perlu lebih banyak mengenal Kristus. Ia mendambakan untuk lebih banyak mengenal Kristus. Paulus damba tidak hanya mengenal Kristus, lebih-lebih mengenal kuasa kebangkitan-Nya. Ini berhubungan dengan Roh pemberi hayat (1 Kor. 15:45b). Kalau Kristus bukan Roh pemberi hayat yang berada di dalam kita, kita tidak bisa mengenal dan mengalami kuasa kebangkitan. Kuasa kebangkitan-Nya tidak berada di dalam tubuh kita, tetapi di dalam roh kita.

Ketika Paulus menulis Surat Filipi, ia berada di dalam penjara. Dari zaman ke zaman, orang Kristen selalu menyanjung pengalaman Petrus di penjara. Pintu penjara terbuka, Petrus dibebaskan (Kis. 5:18-19). Kuasa yang membuka pintu penjara dan melepaskan Petrus dari penjara fisik adalah kuasa Allah, bukan kuasa kebangkitan Kristus. Ketika Paulus di penjara menulis Surat Filipi, pintu penjara tidak terbuka untuknya, rantai yang membelenggunya juga tidak terlepas. Hari lewat hari, bulan lewat bulan, ia masih terpenjara di sana; namun di dalamnya ada satu kekuatan yang membuatnya menderita dalam kemuliaan, inilah kuasa kebangkitan Kristus. Banyak orang memuji pengalaman Petrus terlepas dari penjara yang di luar, tetapi tidak banyak yang memuji pengalaman Paulus; secara lahiriah ia dipenjara, tapi di batin ia mendapatkan kebebasan. Bahkan sampai hari ini kita tetap menikmati hasil dari kebebasannya. Surat Efesus, Filipi, dan Kolose, semuanya ditulis ketika ia di dalam penjara. Di luar ia dipenjara, tetapi di dalam ia bangkit.  

Ketika kita masih kekanak-kanakan, bahkan masih seperti bayi, kalau kita sakit, kita akan berdoa untuk kesembuhan kita. Tuhan mungkin berkata, “Baiklah, biar penyakitmu pergi.” Lalu penyakit kita sirna. Ketika kita bertumbuh lebih matang, lebih dewasa, kita mungkin tetap berdoa ketika kita sakit, namun banyak orang bersaksi bahwa semakin mereka berdoa, penyakitnya semakin berat. Tuhan tidak segera menyingkirkan penyakit itu; sebaliknya Dia berkata, “Anugerah-Ku cukup kamu pakai. Kamu harus mengalami kuasa kebangkitan-Ku.” Penyakitnya masih tetap ada, tetapi puji Tuhan, penyakit hanya membuka jalan bagi kita, dan meletakkan dasar supaya kita mengalami kuasa kebangkitan. Kalau tidak ada penyakit, kita pasti tidak bisa mengalami kuasa kebangkitan.

Orang Israel selama hampir 40 tahun, setiap pagi melihat mukjizat manna. Kalau besok pagi kita membuka pintu dan melihat manna turun, kita akan sangat girang, setiap surat kabar akan memuat laporan tentang kejadian ini. Orang Israel mengalami perkara ini lebih dari sepuluh ribu kali, sehari lewat sehari, ke mana saja mereka pergi, di mana saja mereka berada, setiap pagi mereka melihat mukjizat manna turun dari langit. Namun ini terlalu luaran, bukan kuasa kebangkitan. Tidak peduli Allah telah berapa tahun melakukan mukjizat, tetap tidak ada sesuatu yang tergarap ke dalam orang Israel. Hari ini dalam zaman Perjanjian Baru, Allah pada umumnya tidak akan melakukan pekerjaan seperti itu lagi. Dalam zaman Perjanjian Baru, maksud hati Allah ialah ingin menggarapkan Kristus ke dalam kita. Turunnya manna berasal dari kuasa penciptaan Allah, bukan berasal dari kuasa kebangkitan. Namun Allah tidak memperhatikan mukjizat yang di luar, melainkan memperhatikan mukjizat yang di dalam. Kristus menjadi Roh itu, tergarap ke dalam kita adalah mukjizat yang di dalam. Ini bukan kuasa penciptaan, tetapi kuasa kebangkitan.  

Bahkan terbukanya pintu penjara yang melepaskan Rasul Petrus juga bukan kuasa kebangkitan. Namun dalam Surat Filipi, ada seorang rasul yang lain dipenjara. Allah tidak melakukan sesuatu di luaran, namun dia melalui kuasa kebangkitan yang di dalamnya bisa menahan segalanya. Ketika Petrus keluar dari penjara, kita percaya, melalui perkara itu saja dia belum mengalami kuasa kebangkitan. Tetapi ketika ia tua, dia disalib mati martir bagi Tuhan. Saat itu Allah tidak melepaskan dia; Allah tidak menyelamatkan dia terlepas dari penganiayaan. Saat itu Petrus menerima penderitaan dan mati martir, dia mengalami kuasa kebangkitan.  

Apakah kita mengharapkan mendapatkan kuasa yang luar biasa? Kita mungkin secara kekanak-kanakan mengharapkan mempunyai kuasa penciptaan. Kita mungkin mengira kalau Tuhan menurunkan manna di sekitar tempat kediaman kita, berjuta-juta orang akan beroleh selamat. Belum tentu demikian. Orang Israel selama hampir 40 tahun setiap hari ada mukjizat, tetapi ada berapa orang yang benar-benar didapatkan oleh Allah? Tidak banyak. Tuhan Yesus dengan lima roti dan dua ikan mengenyangkan 5.000 orang, tidak termasuk perempuan dan anak-anak; itu adalah mukjizat yang ajaib, tetapi ada berapa orang melalui mukjizat itu beroleh selamat? Hanya sedikit orang yang mengikuti Tuhan, menuntut hayat batini. Menurut Yohanes 6, orang-orang yang meninggalkan Tuhan, berkata, “Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?” (ayat 60, 66). Kalau kita mengharapkan mengalami kuasa, kuasa itu seharusnya adalah kuasa kebangkitan. Sasaran kita seharusnya adalah Kristus yang bangkit, di dalam kita menjadi kuasa kebangkitan. Kita harus mencari Dia, menuntut Dia, dan mengikuti Dia, dengan Dia sebagai sasaran, tujuan, dan pahala Allah.

Filipi 3:10 berkata, "Mengenal Dia dan kuasa kebangkitan‑Nya dan persekutuan dalam penderita­an‑Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian‑Nya." Menurut ayat ini, Paulus tidak saja ingin mengenal Kristus, juga ingin mengenal kuasa kebangkitan Kristus dan persekutuan dalam penderitaan‑Nya. Kuasa kebangkitan Kristus adalah hayat kebangkitan‑Nya yang telah membangkitkan Dia dari antara orang mati (Ef 1:19-­20). Realitas dari kuasa kebangkitan Kristus adalah Roh itu (Rm. 1:4). Untuk mengenal, mengalami kuasa ini, sese­orang perlu diidentikkan dengan kematian Kristus dan dise­rupakan dengannya. Kematian adalah dasar dari kebang­kitan. Untuk mengalami kuasa kebangkitan Kristus, kita perlu menempuh suatu hidup yang tersalib, seperti Dia. Penyerupaan kita dengan kematian‑Nya memberikan dasar kepada kuasa kebangkitan‑Nya untuk bangkit agar hayat ilahi‑Nya dapat dinyatakan dalam kita.

"Persekutuan dalam penderitaan‑Nya" berarti berba­gian dalam penderitaan Kristus (Mat. 20:22‑23; Kol. 1:24), suatu keadaan yang diperlukan untuk mengalami kuasa kebangkitan‑Nya (2 Tim. 2:11) melalui diserupakan dengan kematian‑Nya. Kematian Kristus meru­pakan satu cetakan yang kepadanya kita dibentuk menjadi serupa dengan kematian‑Nya itu, laksana adonan ditaruh ke dalam cetakan kue dan diserupakan dengannya. Paulus senantiasa menempuh hidup tersalib, suatu hidup di bawah salib, seperti yang Kristus lakukan dalam hidup insani­Nya. Melalui hidup yang demikian kuasa kebangkitan Kristus dialami dan diekspresikan. Cetakan kematian Kristus mengacu kepada pengalaman Kristus yang terus‑menerus mematikan hayat insani‑Nya, agar Ia dapat hidup dengan hayat Allah (Yoh. 6:57). Di­serupakan dengan kematian Kristus adalah syarat untuk mengenal dan mengalami Dia, kuasa kebangkitan‑Nya, dan persekutuan penderitaan‑Nya. Kita harus menjadi "adonan" dalam kehidupan sehari­-hari kita, yang diserupakan dengan cetakan kematian Kristus. Jika kita mengizinkan keadaan sekitar kita mene­kan kita ke dalam cetakan ini, maka kehidupan sehari‑hari kita akan tercetak dalam kematian Kristus. Inilah konsepsi Paulus ketika ia mengatakan tentang diserupakan dengan kematian Kristus.

Dalam ayat 11 Paulus mengatakan selanjutnya, "Su­paya aku akhirnya beroleh kebangkitan (yang unggul) dari antara orang mati." "Beroleh" berarti mencapai. Untuk mendapat pahala, kita harus berlari dalam perlombaan dan menang (1 Kor. 9:24‑26; 2 Tim. 4:7‑8). Kebangkitan yang unggul dari antara orang mati di­tujukan kepada kebangkitan yang luar biasa, kebangkitan ekstra, yang akan menjadi hadiah bagi kaum saleh yang menang. Semua orang beriman yang telah mati dalam Kristus akan berbagian dalam kebangkitan dari antara orang mati pada saat kedatangan Tuhan (1 Tes. 4:16; 1 Kor. 15:52). Tetapi orang kudus pemenang akan menikmati suatu bagian ekstra dan luar biasa dari kebangkitan itu.

Kebangkitan ekstra ini adalah juga "kebangkitan yang lebih baik" yang disebut dalam Ibrani 11:35. Kebangkitan yang lebih baik bukan hanya "kebangkitan yang pertama" (Why. 20:4‑6), "kebangkitan hayat" (Yoh. 5:28‑29), tetapi juga kebangkitan luar biasa, kebangkitan ekstra, kebangkitan yang di dalamnya para pe­menang Tuhan akan menerima pahala kerajaan. Inilah yang dituntut oleh Rasul Paulus. Karena itu, kebangkitan yang luar biasa seharusnya menjadi sasaran dan tujuan hidup kita sebagai orang Kristen. Kita dapat mencapai sasaran ini hanya dengan cara diserupakan dengan kematian Kristus, dengan menempuh hidup tersalib.