Artikel

Artikel

Rencana Allah dan Perhentian Allah (3)

Posted 30/11/2013 | 12:11

 

Pembacaan Alkitab:

"Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi . . .(Kejadian 1:26)

Mungkin ada orang bertanya, “Mengapa Allah memiliki tujuan ini?” Ini disebabkan ada satu malaikat terang telah memberontak melawan Allah sebelum penciptaan manusia dan menjadi Iblis (Satan). Iblis telah berdosa, telah jatuh; bintang timur telah menjadi musuh Allah (Yes. 14:12-15). Karena itu, Allah menarik kuasa-Nya dari musuh itu dan menaruhnya ke atas manusia. Alasan Allah menciptakan manusia adalah agar manusia dapat memerintah menggantikan Iblis. Betapa berlimpah kasih karunia yang kita tampak dalam penciptaan manusia oleh Allah!

Allah bukan hanya menghendaki manusia memerintah, Ia juga memberi daerah khusus kepada manusia untuk memerintah. Kita melihat hal ini dalam Kejadian 1:26, “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi . . .” “Seluruh bumi” adalah daerah kekuasaan manusia. Allah bukan hanya memberikan kuasa atas ikan-ikan di laut, burung-burung di udara, dan ternak, tetapi Ia lebih lanjut meminta agar manusia memerintah atas “seluruh bumi”. Daerah yang Allah inginkan untuk diperintah oleh manusia adalah bumi. Manusia secara khusus berkaitan dengan bumi. Bukan hanya dalam rencana-Nya untuk menciptakan manusia, perhatian Allah difokuskan pada bumi, tetapi setelah Allah menciptakan manusia, Allah dengan jelas memberi tahu manusia bahwa manusia harus memerintah bumi. Ayat 27-28 mengatakan, “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu . . .” Yang ditekankan Allah di sini adalah manusia harus “memenuhi bumi” dan “menaklukkannya”. Penguasaan manusia terhadap ikan-ikan di laut, burung-burung di udara, dan setiap makhluk hidup di bumi adalah hal kedua. Penguasaan manusia terhadap yang lainnya hanyalah tambahan; yang utama adalah bumi.

Kejadian 1:1-2 mengatakan, “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya . . .” “Langit” di sini berbentuk jamak dan mengacu kepada langit dari semua bintang (Bumi memiliki langitnya sendiri, demikian juga semua bintang). Terjemahan langsung dari ayat dua adalah, “Dan bumi menjadi sia-sia dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya.” Dalam bahasa Ibrani, sebelum “bumi” ada kata penghubung “dan”. “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.” Di sini tidak ada kesulitan, tidak ada masalah; tetapi setelah itu, terjadi sesuatu: “Dan bumi menjadi sia-sia dan kosong.” Kata “menjadi” di sini adalah kata yang sama dengan kata “menjadi” dalam Kejadian 19:26, “Istri Lot menjadi tiang garam.” Istri Lot tidak dilahirkan sebagai tiang garam, tetapi ia menjadi tiang garam. Demikian pula, bumi tidak sia-sia dan kosong pada waktu diciptakan, tetapi kemudian bumi itu menjadi sia-sia dan kosong. Allah menciptakan langit dan bumi, tetapi “bumi menjadi sia-sia dan kosong”. Ini menunjukkan kepada kita bahwa bukan langit yang menjadi masalah, melainkan bumi.

Jadi kita melihat bahwa bumi adalah pusat persoalannya. Yang diperhatikan Allah adalah bumi. Doa yang Tuhan Yesus ajarkan kepada kita adalah, “. . . Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu, di bumi seperti di surga.” Menurut makna dalam bahasa aslinya, frasa “di bumi seperti di surga,” berlaku untuk ketiga klausa di depannya, bukan hanya klausa yang terakhir. Dengan kata lain, makna aslinya adalah: “Dikuduskanlah nama-Mu di bumi seperti di surga, datanglah Kerajaan-Mu di bumi seperti di surga, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga.” Doa ini menyatakan kepada kita bahwa tidak ada masalah dengan “surga”; masalahnya terletak pada “bumi.” Setelah kejatuhan manusia, Allah berkata kepada ular, “Dengan perutmulah engkau akan menjalar dan debu tanahlah akan kaumakan seumur hidupmu” (Kej. 3:14). Ini berarti bumi akan menjadi kawasan hidup ular, tempat ia menjalar. Kawasan pekerjaan Iblis bukan surga, melainkan bumi. Jika Kerajaan Allah mau datang, Iblis harus dienyahkan dari bumi; jika kehendak Allah ingin dilakukan, kehendak-Nya harus dilakukan di bumi; jika nama Allah hendak dikuduskan, nama-Nya harus dikuduskan di bumi. Semua masalahnya terletak pada bumi.

 

 

Sumber: Yayasan Perpustakaan Injil, Kudus dan Tak Bercela, Bab 1


Fitur komentar ditutup.