Artikel

Artikel

Darah Kristus Menyucikan Hati Nurani

Posted 19/09/2014 | 12:09

Darah sudah memuaskan Allah, karenanya harus pula memuaskan kita. Jadi, darah mempunyai nilai kedua yang ditujukan kepada manusia, yaitu mencuci bersih hati nurani kita. Ketika kita membaca kitab Ibrani, kita akan menemukan khasiat darah di pihak ini. Kita sepatutnya mengalami "hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat" (Ibrani 10:22). Hal ini sangat penting. Penulis kitab Ibrani bukan memberitahu kita bahwa darah Tuhan Yesus telah mencuci bersih hati kita. Kita keliru, jika menghubungkan hati dengan darah sedemikian. Doa berikut ini menunjukkan kesalahpahaman sebagian orang Kristen terhadap ruang lingkup khasiat darah, "Tuhan, bersihkanlah hatiku dari dosa dengan darah-Mu." Menurut firman Allah, hati itu "tidak tertolong bejatnya" (Yeremia 17:9 Tl.), sehingga mau tidak mau Allah harus melakukan sesuatu yang lebih mendasar daripada sekedar membersihkannya: Ia harus memberi kita hati yang baru. Tentunya kita tidak akan mencuci dan menyetrika pakaian yang akan kita buang. Sebentar lagi akan kita lihat, bahwa "daging" kita terlalu bobrok untuk dibersihkan; dia hanya patut disalibkan. Pekerjaan Allah di dalam kita seharusnya merupakan sesuatu yang sepenuhnya baru. Alkitab mengatakan, "Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu" (Yehezkiel 36:26).

Alkitab tidak pernah mengatakan, bahwa darah Tuhan membersihkan hati kita. Pekerjaan darah tidaklah subyektif seperti itu, melainkan sepenuhnya obyektif, di hadapan Allah. Memang pekerjaan pembersihan darah yang tertera dalam Ibrani 10 menyinggung istilah hati, namun itu pun dihubungkan dengan hati nurani. "Hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat". Lalu apa makna ungkapan tersebut? Ungkapan ini berarti, di antara diriku dengan Allah ada suatu sekatan, sehingga setiap kali aku ingin mendekati-Nya, selalu timbul perasaan bersalah di dalam hati nuraniku. Hati nurani yang tertuduh ini terus-menerus mengingatkan adanya sekatan di antara diriku dengan Allah. Kini melalui peranan darah adi, terjadilah sesuatu yang baru di hadapan Allah, yang menyingkirkan sekatan tadi. Fakta itu telah diberitahukan oleh Allah kepadaku melalui firman-Nya. Ketika fakta ini kuterima dengan iman, hati nuraniku segera dibersihkan dan rasa bersalahku disingkirkan, sehingga aku tidak lagi memiliki hati nurani yang merasa bersalah kepada Allah. Kita semua tahu, betapa berharganya jika kita bisa bergaul dengan Allah tanpa perasaan hati nurani yang bersalah. Bagi kita, hati yang beriman sama pentingnya dengan hati nurani yang bebas dari segala tuduhan, karena keduanya saling berkaitan. Setiap kali hati nurani kita tidak tenteram, iman kita akan bocor, dan kita segera sadar bahwa kita tidak sanggup berhadapan dengan Allah. Sebab itu, agar hubungan kita dengan Allah terpelihara, kita harus mengenal nilai darah yang segar. Pembukuan Allah selamanya berjangka pendek; kita boleh mendekati Allah demi darah setiap hari, setiap jam dan setiap menit. Asal kita mau bersandar kepada darah, mengambilnya sebagai dasar jalan kita menuju Allah, maka khasiat darah ini selamanya tidak akan hilang. Beranikah kita memasuki ruang maha kudus selain berdasarkan darah?

Mari kita bertanya kepada diri kita sendiri, kita datang ke hadirat Allah berdasarkan darah, atau berdasarkan yang lain? Apakah yang dimaksud "berdasarkan darah"? Dengan sederhana, ini berarti aku mengakui dosa-dosaku, aku mengakui bahwa aku membutuhkan pembersihan dan penebusan, karena itu aku datang kepada Allah berdasarkan pekerjaan yang telah dirampungkan oleh Tuhan Yesus. Aku hanya berdasarkan perbuatan-Nya datang ke hadirat Allah, bukan berdasarkan pencapaianku, seperti kebaikan hati, atau kesabaranku yang luar biasa hari ini, atau karena aku telah melakukan sesuatu untuk Tuhan pagi ini. Tidak demikian. Setiap kali aku datang ke hadirat Allah, aku harus berdasarkan darah. Ketika kita ingin, menghampiri Allah, kita sering tergoda dengan mengira, "karena Allah telah membereskan kita, untuk lebih banyak membawa kita ke dalam diriNya, Ia mengajarkan pelajaran salib yang lebih dalam kepada kita, lalu Ia pun menetapkan standar baru bagi kita. Tanpa mencapai standar itu, mustahil kita memiliki hati nurani yang bersih di hadapanNya." Tidak! Hati nurani yang bersih tidak pernah berdasar pada pencapaian kita, melainkan mutlak berdasar pada pekerjaan pengucuran darah Tuhan Yesus. Mungkin saya bisa keliru, tetapi saya merasakan dengan jelas, bahwa di antara kita ada yang beranggapan, "Hari ini aku sudah lebih berhati-hati; hari ini aku sudah lebih baik; pagi ini aku membaca firman Tuhan dengan lebih gairah dan tekun; maka hari ini aku dapat berdoa dengan lebih baik!" Atau, "Hari ini aku mengalami sedikit kesulitan dengan keluarga; sejak pagi aku sudah merasa sumpek dan tertekan; sekarang ini perasaanku tidak terlalu jernih; nampaknya ada sesuatu yang tidak beres atas diriku; sebab itu aku tidak dapat menghampiri Allah." Sebenarnya apakah dasar Anda untuk menghampiri Allah? Apakah Anda menghampiri Allah berdasarkan hal-hal yang tidak pasti seperti perasaan Anda yang mengira hari ini Anda dapat melakukan sesuatu bagi Allah? Atau berdasarkan sesuatu yang lebih kukuh dan aman, yaitu fakta bahwa darah telah tercucur, dan bahwa Allah memandang darah itu dan merasa puas karenanya? Tentu saja, seandainya darah itu bisa mengalami perubahan, maka darah tidak dapat dijadikan dasar untuk menghampiri Allah. Namun darah tidak pernah berubah dan tidak mungkin berubah. Sebab itu, kita dapat dengan penuh keberanian menghampiri Allah, dan keberanian itu Anda miliki berdasarkan darah, bukan berdasarkan pencapaian pribadi kita sendiri. Ingatlah, tidak peduli apapun yang sudah Anda capai hari ini, kemarin atau hari-hari sebelumnya, begitu Anda hendak masuk ke dalam ruang maha kudus, Anda tetap harus segera berpijak pada dasar yang aman dan satu-satunya, yaitu darah yang telah tercucur. Entah sepanjang hari ini Anda baik atau buruk, berdosa atau tidak, dasar Anda untuk menghampiri Allah tetap hanya satu yaitu darah Kristus. Inilah dasar bagi Anda untuk masuk ke dalam ruang maha kudus, selain itu tidak ada dasar lagi.

Seperti banyak pengalaman kekristenan kita yang lain, jalan menghampiri Allah juga memiliki dua tahap : tahap awal dan tahap lanjutan. Tahap awal diperlihatkan kepada kita dalam Efesus 2, dan tahap lanjutan dalam Ibrani 10. Pada tahap awal kita menghampiri Allah, adalah melalui darah, sehingga kita bisa berdiri bersama Tuhan; kita "sudah menjadi dekat oleh darah Kristus" (Efesus 2:13). Setelah itu, penghampiran kita kepada Allah tetap berdasarkan darah. Rasul menganjuri kita, "Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus. Karena itu, marilah kita menghadap Allah ..." (Ibrani 10:19,22). Kita memulainya bersandarkan darah, selanjutnya untuk memelihara hubungan yang baru itu, tetap melalui darah. Bukannya setelah diselamatkan oleh darah, aku lalu memelihara persekutuanku dengan Allah berdasarkan hal yang lain. Mungkin Anda berkata, "Itu sangat mudah, itu hanyalah langkah awal dari Injil." Benar, namun persoalannya justru banyak di antara kita telah meninggalkan langkah ini. Kita mengira kita sudah maju dan boleh meninggalkannya. Tetapi sebenarnya selamanya kita tidak boleh meninggalkan langkah awal dari Injil. Sebagaimana pendekatan awalku kepada Allah adalah demi darah, selanjutnya setiap kali saya datang ke hadapanNya, tetap harus demi darah. Sampai akhir, dasarnya tetap satu yaitu darah adi Tuhan. Ini bukan berarti kita boleh hidup dengan ceroboh. Di bawah akan kita bahas aspek lain dari kematian Kristus yang menunjukkan kepada kita, bahwa yang dimaksud bukanlah demikian. Tetapi untuk saat ini, cukuplah kita merasa puas dengan darah. Ada darah, cukuplah sudah. Kita mungkin saja lemah, tapi selalu memandangi kelemahan kita, tidak akan membuat kita menjadi kuat. Mencoba merasakan keburukan dan menyesalinya tidak akan membuat kita lebih kudus; semua itu tidak bisa menolong kita. Karena itu, marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri Allah dengan darah. Marilah kita berdoa, "Tuhan, aku belum paham sepenuhnya nilai darah, tetapi aku tahu, darah itu telah memuaskan-Mu; ada darah itu cukuplah bagiku. Itulah sandaranku satu-­satunya. Kini aku nampak, entah aku sudah maju atau sudah mencapai sesuatu atau tidak, tidaklah penting. Setiap kali aku datang kepada-Mu, dasarku selalu darah adi." Jika demikian, hati nurani kita menjadilah bersih di hadapan Allah. Tanpa darah, hati nurani tidak mungkin bersih. Darahlah yang memberi kita keberanian. "Tiadalah lagi, berasa dosa pada hatinya!" Inilah perkataan yang mengagumkan dalam Ibrani 10:2 (Tl.). Kita dibersihkan dari setiap dosa, dan bersama Paulus, kita pun dapat menggemakan perkataan Daud, "Berbahagialah manusia yang kesalahannya tidak diperhitungkan Tuhan kepadanya" (Roma 4:8).

Sumber: Yayasan Perpustakaan Injil, "Kehidupan Orang Kristen Yang Normal", Watchman Nee.


Fitur komentar ditutup.