Artikel

Artikel

Jalan Kelepasan Ilahi

Posted 08/10/2014 | 12:10

Jelas sekali, Allah menghendaki jalan ini bisa membawa kita kepada kelepasan yang praktis dari dosa. Paulus dengan jelas memaparkan hal ini ketika ia meng­awali pasal 6, "Bolehkah kita bertekun dalam dosa?" Seluruh dirinya bereaksi terhadap perkataan itu. "Sekali-kali tidak!" Bagaimana mungkin Allah bisa puas dengan anak-anakNya yang tidak kudus dan terbelenggu dosa? Sebab itu Paulus melanjutkan, "Bagaimanakah kita ma­sih dapat hidup di dalamnya?" (Roma 6:1-2). Syukur ke­pada Allah, Ia telah menyiapkan yang kita perlukan agar kita terlepas dari kuasa dosa.

Namun ada persoalan di sini, yaitu kita terlahir sebagai orang dosa, bagaimana kita dapat terputus dari keturunan yang berdosa itu? Kita terlahir dalam Adam, bagaimana kita dapat melepaskan diri dari Adam? De­ngan tegas saya katakan, "Darah Tuhan tidak dapat me­lepaskan kita dari Adam." Hanya ada satu jalan. Karena kita masuk melalui kelahiran, maka kita harus keluar melalui kematian. Untuk menyingkirkan tabiat dosa kita, hayat kita harus disingkirkan. Perhambaan di bawah do­sa ada melalui kelahiran; kelepasan dari dosa ada mela­lui kematian -- inilah satu-satunya jalan kelepasan yang disediakan Allah bagi kita. Rahasia kelepasan ialah ke­matian. Karena itu Alkitab mengatakan, "Kita telah mati bagi dosa" (Roma 6:2).

Tetapi bagaimana kita dapat mati? Banyak orang yang berusaha sekuat tenaga untuk membebaskan diri dari hidup yang penuh dosa, namun mereka malah makin dicengkeram. Apa jalan keluarnya? Bukan dengan mencoba membunuh diri, melainkan dengan mengenal, bahwa Allah telah membereskan kita di dalam. Kristus. Hal itu terungkap dalam pernyataan rasul yang berikut, "Kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematianNya" (Roma 6:3). Kalau Allah telah membereskan kita "di dalam Kristus Yesus" maka kita harus berada dalam Dia supa­ya jalan penyelamatan itu menjadi efektif bagi kita. Jika demikian, masalah di dalam Kristus menjadilah suatu masalah yang besar. Bagaimana kita dapat "masuk ke da­lam" Kristus? Kembali Allah datang menolong kita. Sebe­narnya kita tidak ada jalan untuk masuk; dan yang lebih penting, kita tidak perlu mencoba untuk masuk, karena kita sudah ada di dalam. Apa yang tidak dapat kita lakukan sendiri, telah Allah lakukan bagi kita. Dia telah menaruh kita di dalam Kristus. Ingatlah 1 Korintus 1:30. Saya rasa ayat itu adalah salah satu ayat terbaik dalam seluruh Perjanjian Baru. Rasul berkata, "Kamu berada dalam Kristus Yesus." Bagaimana bisa di dalam? "Oleh Dia (yaitu oleh Allah) kamu berada dalam Kristus Yesus." Puji Allah! Kita tidak perlu mencari jalan masuk atau melaksanakannya. Kita tidak perlu berencana untuk masuk. Allah sudah merencanakannya; dan bukan itu sa­ja, Ia pun sudah melakukannya. "Oleh Dia kamu berada dalam Kristus Yesus". Kita sudah di dalam; sebab itu, kita tidak perlu berusaha masuk. Ini adalah perbuatan Allah, dan hal ini sudah terlaksana.

Kalau hal itu benar, tentu ada hal-hal berikutnya. Dalam ilustrasi dari Ibrani 7 yang kita bahas di atas, ki­ta lihat bahwa "dalam Abraham" semua orang Israel -­termasuk pula suku Lewi yang belum lahir -- memper­sembahkan persembahan persepuluhan kepada Melkise­dek. Mereka tidak mempersembahkannya secara terpisah dan perorangan, melainkan mereka ada di dalam Abra­ham ketika ia mempersembahkannya, dan persembahan­nya mencakup semua keturunannya. Ini justru merupa­kan lambang yang tepat dari keberadaan diri kita "di da­lam Kristus". Ketika Tuhan Yesus dipaku di kayu salib, kita semua telah mati -- bukan secara perseorangan, karena kita belum dilahirkan -- melainkan karena ada di dalamNya, kita mati di dalam Dia. "Jika satu orang su­dah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati" (II Korintus 5:14). Ketika Ia disalibkan, kita semua disalibkan bersamaNya.

Sering kali ketika memberitakan Injil di desa-desa, orang harus memakai ilustrasi yang sangat sederhana untuk menggambarkan kebenaran ilahi yang dalam. Saya ingat, suatu ketika saya mengambil sebuah buku kecil dan menyisipkan selembar kertas di dalamnya, lalu saya berkata kepada orang-orang yang lugu itu, Terhatikan dengan cermat. Saya mengambil selembar kertas, yang memiliki ciri-ciri tersendiri, yang berbeda dengan buku ini. Saya sisipkan kertas itu ke dalam buku ini. Lalu saya mengirimkan buku ini ke Shanghai lewat pos. Saya tidak memposkan kertas itu, tetapi menyisipkannya da­lam buku ini. Alhasil, di manakah kertas itu? Mungkin­kah buku ini tiba di Shanghai, sedangkan kertas itu te­tap di sini? Mungkinkah nasib kertas itu berbeda dengan nasib buku ini? Tidak! Ke mana buku ini pergi kertas itu pun ada di situ. Jika saya melemparkan buku ini ke dalam sungai, kertasnya pun jatuh ke dalam sungai; jika saya dengan cepat mengambilnya lagi, saya pun menda­patkan kertas itu lagi. Pengalaman apa saja yang dialami buku itu, juga dialami oleh kertas itu, karena ia ada di dalam buku itu."

"Oleh Dia kamu berada dalam Kristus Yesus." Allah sendiri telah menaruh kita di dalam Kristus, maka keti­ka Ia menanggulangi Kristus, Allah pun menanggulangi umat manusia yang ada di dalam Kristus. Nasib kita ter­cakup di dalamNya. Apa yang Dia alami, kita pun meng­alaminya; karena berada "di dalam Kristus" berarti ber­satu dengan Dia baik dalam kematian maupun dalam kebangkitanNya. Dia disalibkan; bagaimana dengan kita? Haruskah kita meminta Allah menyalibkan kita? Tidak! Ketika Kristus tersalib, kita pun tersalib; dan karena Dia disalibkan pada waktu lampau, kita pun tidak mungkin disalibkan pada masa yang akan datang. Saya tantang Anda, dapatkah Anda menemukan satu ayat dalam Per­janjian Baru yang mengatakan bahwa kita disalibkan pa­da masa yang akan datang? Dalam bahasa Ibrani, semua acuan mengenai salib ditulis dalam bentuk lampau sela­ma-lamanya, yang menunjukkan "sekali untuk selamanya, kekekalan yang lampau". (lihat Roma 6:6; Galatia 2:20; 5:24; 6:14). Sebagaimana tidak ada orang yang dapat membunuh diri dengan menyalibkan dirinya, karena secara jasmani tidak mungkin melakukan hal itu; demikian pula dalam hal rohani, Allah tidak menuntut kita untuk menyalibkan diri kita sendiri. Ketika Kristus disalibkan, kita pun disalibkan, karena Allah telah menaruh kita di dalam Dia. Kita mati di dalam Kristus bukanlah suatu doktrin semata, melainkan fakta yang kekal dan tak dapat dibantah.

Sumber: Yayasan Perpustakaan Injil, "Kehidupan Orang Kristen Yang Normal", Watchman Nee.


Fitur komentar ditutup.