Artikel

Artikel

Rencana Allah dan Perhentian Allah (8)

Posted 28/03/2014 | 12:03

 

Pembacaan Alkitab:

Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keenam.  (Kejadian 1:31)

Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya. Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu. Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu. (Kejadian 2:1-3)

 

PERHENTIAN ALLAH

Selama enam hari pekerjaan penciptaan Allah, yang istimewa adalah penciptaan manusia. Semua pekerjaan penciptaan-Nya selama enam hari adalah untuk manusia. Sasaran-Nya yang sebenarnya adalah menciptakan manusia. Untuk melakukan hal ini, pertama-tama Allah harus memperbaiki bumi dan langit yang rusak. (Kejadian 2:4 mengatakan, “Demikianlah riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan. Ketika TUHAN Allah menjadikan bumi dan langit.” Kata “Langit dan bumi” di sini menunjukkan penciptaan pada mulanya, karena pada waktu itu langitlah yang dibentuk lebih dahulu, kemudian baru bumi. Tetapi bagian kedua, “Ketika TUHAN Allah menjadikan bumi dan langit,” mengacu kepada pekerjaan perbaikan dan pemulihan, karena dalam pekerjaan ini, bumilah yang diperhatikan lebih dahulu, kemudian baru langit.) Setelah Allah memulihkan bumi dan langit yang rusak, barulah Ia menciptakan manusia menurut rencana-Nya. Setelah hari yang keenam, ada hari yang ketujuh, dan pada hari ketujuh itu Allah berhenti dari semua pekerjaan-Nya.

Perhentian datang setelah bekerja: harus bekerja lebih dulu, kemudian perhentian dapat mengikutinya. Selain itu, pekerjaan harus diselesaikan sampai merasa benar-benar puas, baru ada perhentian. Jika pekerjaan itu belum dilakukan sepenuhnya dan dengan memuaskan, tidak mungkin ada perhentian dalam pikiran atau hati. Karena itu kita tidak boleh meremehkan fakta Allah beristirahat setelah enam hari penciptaan. Allah mendapat perhentian, ini adalah perkara besar. Ia harus mencapai tujuan tertentu, barulah Ia dapat beristirahat. Betapa besarnya kekuatan yang membuat Allah Pencipta ini bisa beristirahat! Menyuruh Allah yang penuh rencana dan penuh hayat ini beristirahat, membutuhkan kekuatan yang paling besar.

Kejadian 2 menunjukkan kepada kita bahwa Allah beristirahat pada hari yang ketujuh. Bagaimana mungkin Allah beristirahat? Bagian akhir Kejadian 1 mencatat bahwa hal ini disebabkan, “Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.”

Allah beristirahat pada hari yang ketujuh. Tetapi, sebelum hari yang ketujuh, ada pekerjaan yang harus dilakukan-Nya, dan sebelum pekerjaan itu, Ia memiliki satu tujuan. Roma 11 membicarakan pikiran, penghakiman, dan jalan-jalan Tuhan. Efesus 1 membicarakan rahasia kehendak-Nya, kesenangan-Nya, dan tujuan kekal-Nya. Efesus 3 juga membicarakan tujuan kekal-Nya. Jadi, Allah bukan hanya Allah yang bekerja, bahkan adalah Allah yang bertujuan, Allah yang berencana. Ketika Ia merasa senang bekerja, Ia bekerja; Ia bekerja karena dalam hati-Nya ingin bekerja. Setelah Ia merasa puas dengan pekerjaan-Nya, Ia beristirahat. Jika kita ingin mengenal kehendak Allah, rencana Allah, kesenangan Allah, dan tujuan Allah, kita hanya perlu melihat apa yang membuat-Nya beristirahat. Jika kita nampak bahwa Allah beristirahat karena hal tertentu, kita akan tahu bahwa hal itulah yang diinginkan-Nya sejak semula. Manusia tidak bisa mendapatkan perhentian atas hal-hal yang tidak memuaskannya; ia harus mendapatkan apa yang diinginkannya, baru bisa mendapat perhentian. Kita tidak boleh meremehkan perhentian ini, karena artinya sangat besar. Allah tidak mendapat perhentian selama enam hari yang pertama, tetapi Ia mendapat perhentian pada hari yang ketujuh. Perhentian-Nya ini menyatakan kepada kita bahwa Allah telah merampungkan perkara yang menjadi keinginan hati-Nya, Ia telah melakukan sesuatu yang membuat-Nya bersukacita. Karena itu, Ia dapat beristirahat.

Kejadian 1:31 mengatakan, “Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.” Kita harus memperhatikan kata “melihat” di sini. Apa arti kata ini? Jika kita membeli sebuah benda yang sangat memuaskan kita, kita memutar-mutarnya dengan senang dan melihatnya dengan teliti. Inilah artinya “melihat”. Allah tidak sepintas lalu “melihat” segala sesuatu yang telah dijadikan-Nya dan mengatakan bahwa itu baik. Tetapi, Ia “melihat” segala sesuatu yang telah dijadikan-Nya dan nampak bahwa itu sungguh amat baik. Kita perlu memperhatikan bahwa pada saat penciptaan, Allah “melihat-lihat” apa yang telah dibuat-Nya. Kata “berhenti” merupakan pernyataan bahwa Allah puas, Allah merasa senang dengan apa yang telah dilakukan-Nya; kata ini menyatakan bahwa tujuan Allah telah tercapai dan maksud hati-Nya terpenuhi seluruhnya. Pekerjaan-Nya sempurna begitu rupa, sehingga tidak mungkin menjadi lebih baik lagi.

Karena alasan inilah Allah memerintahkan semua orang Israel turun-temurun untuk menaati hari Sabat. Allah merindukan sesuatu, Allah mencari sesuatu untuk memuaskan diri-Nya sendiri, dan Ia mendapatkannya, karena itu Ia mendapat perhentian. Inilah artinya Sabat. Sabat tidak berarti manusia harus lebih sedikit membeli atau lebih pendek berjalan. Sabat memberi tahu kita bahwa Allah mempunyai kehendak, Allah mempunyai satu tuntutan, dan suatu pekerjaan harus dilakukan untuk memenuhi kehendak dan tuntutan hati-Nya; sekarang, karena Allah telah mendapatkan apa yang dicari-Nya, Ia mendapat perhentian. Sabat bukanlah masalah hari yang khusus. Sabat memberi tahu kita bahwa Allah telah merampungkan rencana-Nya, telah tercapai tujuan-Nya, dan telah terpuaskan hati-Nya. Allahlah yang menuntut kepuasan itu, dan Allah juga yang merasa puas. Setelah Allah mendapatkan apa yang diinginkan-Nya, Ia mendapat perhentian.

Jika demikian, apa yang membuat Allah mendapat perhentian? Apa yang memberi-Nya kepuasan semacam itu? Selama enam hari penciptaan ada terang, cakrawala, rumput, tumbuh-tumbuhan, dan pohon-pohon; ada matahari, bulan, dan bintang-bintang; ada ikan, burung-burung, ternak, binatang melata, dan binatang buas. Tetapi dalam semua itu Allah tidak menemukan perhentian. Akhirnya, setelah ada manusia, Allah berhenti dari semua pekerjaan-Nya, Ia beristirahat, Ia mendapat perhentian. Semua penciptaan sebelum manusia merupakan persiapan. Semua pengharapan Allah terpusat pada manusia. Setelah Allah mendapatkan manusia, Ia merasa puas dan mendapatkan perhentian.

Mari kita baca lagi Kejadian 1:27-28, “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: ‘Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.’” Kemudian Kejadian 1:31 dan Kejadian 2:3, “Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik . . .” “Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu.” Allah mempunyai tujuan, dan tujuan ini adalah mendapatkan manusia — manusia yang memiliki kekuasaan untuk memerintah atas bumi. Perkara inilah yang dapat memuaskan hati Allah. Jika hal ini dapat dicapai, semuanya akan baik. Pada hari keenam, tujuan Allah tercapai. “Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik . . . berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu.” Tujuan dan pengharapan Allah telah tercapai; Ia dapat berhenti dan beristirahat. Perhentian Allah didasarkan pada manusia yang memerintah.

Sumber: Yayasan Perpustakaan Injil, Kudus dan Tak Bercela, Bab 1


Fitur komentar ditutup.